SoE, NTT
Keluarga mantan Kepala SMP Kristen 1 Amanuban Barat dan Kepala SMA Kristen Manek To Kuatnana, membantah tudingan soal pembobolan ruang Kepala Sekolah (Kepsek) pada Jumat, (12/3/2021).
Herman Kebu, kerabat almarhum Samuel Laoe, pada Minggu (14/3/2021) sore, membantah, tudingan Ketua Majelis Jemaat GMIT Imanuel Kuatnana, Pdt. Godlif Maunino.
Menurut Herman, kedatangannya bersama security dan pegawai sekolah saat itu hanya untuk memperbaiki plafon yang rusak serta mengamankan dokumen yang ada di ruangan tersebut.
“Kita hanya mengamankan dokumen dan barang-barang yang ada karena belum ada serah terima jabatan, sehingga ini masih menjadi tanggungjawab kita sebagai keluarga dari almarhum yang sampai meninggal masih menjabat sebagai Kepala Sekolah,” jelas Herman.
Ia membantah, telah membongkar ruang Kepsek. Sebab menurutnya, kunci saat ini masih berada ditangan keluarga almarhum mantan Kepala Sekolah, sehingga sangat tidak mungkin kalau kejadian itu dianggap sebagai pembongkaran.
“Bagaimana bisa kita dianggap membongkar sementara kunci kita yang pegang. Dan kita datang juga dengan siang bolong bukan malam-malam,” katanya.
Dia menyayangkan sikap Majelis Jemaat GMIT Imanuel Kuatnana yang mengatakan tidak mengenal pelaku padahal pihaknya sempat berbicara dengan Plt Kepala SMP Kristen 1 Amanuban Barat, Sinorance Neno.
“Masa tidak kenal kami nah ada cerita dengan kami, bahkan duduk tunggu sampai kami selesai perbaiki plafon,” ucap Herman.
selaku orang yang dipercayakan keluarga untuk bertanggungjawab menyelesaikan semua urusan yang ditinggalkan almarhum Samuel Laoe, SH termasuk Sekolah.
Ditemui dikediaman mendiang Samuel Laoe, Minggu (14/3/2021) sore, Herman menjelaskan terkait maksud kedatangannya ke Sekolah pada Jumat (12/3/2021) lalu, yang kemudian oleh pihak Sekolah, Yayasan dan Gereja dilaporkan ke pihak Kepolisian.
Menurut Herman, kedatangannya bersama security dan pegawai Sekolah saat itu hanya untuk memperbaiki plafon yang rusak. Hal itu dilakukan guna mengamankan barang-barang termasuk dokumen yang berada di dalam ruang Kepsek itu.
“Kita hanya mengamankan dokumen dan barang-barang yang ada karena belum ada serah terima jabatan, sehingga ini masih menjadi tanggungjawab kita sebagai keluarga dari almarhum yang sampai meninggal masih menjabat sebagai Kepala Sekolah,” jelas Herman.
Ia membantah pihaknya membongkar ruang Kepsek. Sebab menurutnya, kunci saat ini masih berada ditangan keluarga almarhum mantan Kepala Sekolah, sehingga sangat tidak mungkin kalau kejadian itu dianggap sebagai pembongkaran.
“Bagaimana bisa kita dianggap membongkar sementara kunci kita yang pegang. Dan kita datang juga dengan siang bolong bukan malam-malam,” katanya.
Ia menjelaskan, dirinya merupakan orang yang bertanggungjawab penuh atas semua hal yang ditinggalkan oleh almarhum Samuel Laoe termasuk mengamankan semua aset milik Sekolah sebab belum ada serah terima.
“Saya tau aturan, saya datang hanya untuk paku itu plafon supaya menjaga
barang Negara yang ada didalamnya,” ujarnya.
Herman menuturkan, tidak ada niat membongkar ruang Kepsek. Karena itu dirinya meminta security dan pegawai Sekolah untuk mendampinginya.
Saat itu, Herman datang bersama empat orang lainnya yakni Bento Suares yang merupakan security SMP dan SMA, Filmon Kana juga penjaga Sekolah SMA, Ricard Pingak pegawai Tata Usaha, Dekri Anin dari pihak keluarga juga.
“Yang kerjakan itu kan saudara Filmon dan Bento. Saya cuman melihat saja dan setelah di kerjakan kami pun kembali. Mereka bekerja dan disaksikan oleh pihak yang melapor. Kalau ada kecurigaan bahwa ada barang yang hilang, saat kami kembali mereka menyaksikan sendiri kami bawa apa-apa,” jelas Herman.
Ia mengatakan, pihaknya tidak berkoordinasi dengan Plt Kepala Sekolah karena keluarga belum mengetahui adanya Plt. Dan saat itu, lanjut Herman, tidak ada orang di Sekolah.
Terkait penegasan dari Majelis Sinode GMIT yang mengatakan pembukaan ruang harus dihadiri oleh pihak Sinode, Klasis, Yayasan, Sekolah, Keluarga dan pihak Kepolisian, Herman menegaskan, keluarga belum mengetahui hal itu.
“Kami tidak mengetahui kesepakatan itu. Sampai saat ini belum ada yang datang untuk menyampaikan ke keluarga terkait penegasan itu,” tegas Herman.
Lanjut Herman, keluarga tidak mungkin menahan aset Sekolah yang ada. Namun pendekatan secara kekeluargaan harus dilakukan sehingga semua aset yang ada diidentifikasi sebelum diserahkan.
“Kalau ada pendekatan kita tidak mungkin menahan. Tapi selama ini tidak ada yang datang dan duduk bersama untuk diskusikan terkait serah terima ini,” ungkapnya.
Pihaknya menegaskan tidak akan menyerahkan aset jika belum ada Kepala Sekolah definitif. Dan pihaknya pun tidak berurusan dengan Yayasan, karena yang diurus saat ini adalah Sekolah.
“Kami tidak ada urusan dengan Yayasan. Tanggungjawab kita cuman dengan sekolah. Karena saat almarhum meninggal dengan status sebagai Kepala Sekolah. Mungkin ada aset yang merupakan milik sekolah yang ada di rumah almarhum kita lihat dan kembalikan untuk diserahkan ke sekolah secara baik-baik,” tutup Herman.
Sementara itu, Habel Hiterihun selaku Ketua Komite SMA Kristen Manek To dan pendiri Sekolah mengatakan, laporan dari dua Plt Kepala Sekolah itu merupakan kesalahan fatal.
Ia menuturkan, ada pelanggaran etika birokrasi. Pelanggaran itu nampak dari penunjukkan Plt Kepala SMP Kristen 1 Amanuban Barat yang merupakan seorang ASN. Menurutnya, kekeliruan itu berimbas pada kejadian pada Jumat lalu yang kemudian dilaporkan ke polisi.
“Ini kesalahan fatal. Seharusnya kedua Plt itu datang kepada saya selaku pendiri Sekolah dan Komite serta Yayasan. Kalau kemarin datang ke saya pasti laporannya tidak sampai ke Polisi,” ujar Habel.
Ia pun menegaskan, pernyataan yang disampaikan dalam berita dan laporan polisi tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
“Karena tidak memenuhi unsur sesuai laporan mereka maka sikap polisi menolak laporan itu,” tambahnya.
Ia menilai, kejadian pada Jumat lalu merupakan hal sepele yang tidak perlu dibesar-besarkan. Ditambah dengan kehadiran Ketua Majelis, Sekretaris Klasis SoE Timur yang membuat suasana seperti hendak berperang.
“Yang disayangkan hal sepele, yang muncul kayak mau perang. Ketua Majelis, Pendetanya, Sekretaris Klasis. Untuk apa sih?” ujarnya penuh tanya.
Karena itu, pihaknya selaku Ketua Komite dan pendiri sekolah bersama keluarga hanya ingin menegaskan bahwa tuduhan pembobolan itu tidak benar.
“Situasinya disaksikan oleh Polisi dan tidak ada pembongkaran sehingga laporannya dikembalikan,” jelas Habel. (Daud Nubatonis)
Komentar