Marius Jelamu : TNK Bukan ‘Mass Tourism’, tapi Daerah Konservasi

Kupang, NTT

Menyikapi pro kontra yang berkembang saat ini akibat rencana pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menaikan tarif masuk Taman Nasional Komodo (TNK), Kepala Dinas Pariwisata NTT, Marius Ardu Jelamu angkat bicara.

Dia mengatakan TNK pada hakikatnya merupakan daerah konservasi di mana hidup hewan purba yang langka dan tidak ada di belahan bumi mana pun.

“TNK Bukan diperuntukan sebagai ‘Mass Tourism’ dimana orang keluar masuk seenaknya, tapi Daerah Konservasi sehingga harus terkonservasi baik secara alamiah maupun buatan”, tegas Marius.

Karena itu, menurutnya, pemerintah memiliki kewajiban melindungi kawasan tersebut dari kunjungan yang tidak terkontrol yang mengancam keberlangsungan hidup Komodo.

“Cara mengontrolnya dengan kebijakan – kebijakan konservasi, seperti menanam pohon, menambah pasokan makanan hewan purba itu, dan juga kebijakan menaikan tarif masuk TNK adalah salah satu cara mengontrol jumlah pengunjung sehingga tidak semrawut”, ujar Marius.

Baca Juga:  Tanggapan HPI NTT Terkait Wacana Penutupan TNK

Selain itu menurut Marius, Komodo merupakan saksi sejarah yang perlu dilindungi agar bisa digunakan oleh para ilmuwan untuk mengeksplorasi tentang kehidupan masa lampau.

“Dari sisi ilmu pengetahuan, Komodo itu “Mahal”, karena melalui binatang purba inilah para ilmuwan dunia bisa melacak kehidupan jutaan tahun yang lalu, termasuk perubahan geologi”, jelas Marius.

Lebih lanjut kata Marius, di tahun 80an Unesco menetapkan TNK sebagai natural heritage (warisan alam) yang luar biasa, kemudian tahun 2014 terpilih sebagai 1 dari 7 keajaiban dunia. TNK juga terpilih menjadi 10 destinasi terbaik dunia dari 100 yang di vote.

“Karena itu pemerintah memiliki tugas dan tangung jawab untuk menjaga wilayah tersebut, khususnya keberlangsungan hidup dari binatang purba (komodo) ini”, tandasnya.

Membatasi kunjungan wisatawan, lanjut Marius, adalah salah satu cara menjaga dan melindungi keberlangsungan hidup Komodo walaupun berdampak pada sektor pariwisata.

Baca Juga:  Sembuh dari COVID-19, Veronika Syukur Langsung Dijemput Jaksa

“Jangan dikira kalau binatang ini akan hidup terus, ada saatnya mungkin karena kunjungan yang tidak terkontrol, dia (Komodo) bisa punah, kemudian baru kita menyesal”, ujar Marius.

Karena itu Dia mengapresiasi dan mendukung penuh ide cemerlang Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat menaikan tarif masuk TNK.

“Sebenarnya ini adalah pesan publik yang ingin pemerintah sampaikan kepada dunia tentang bagaimana kita mengapresiasi destinasi wisata berkelas dunia. Masa kelas dunia kok murahan”, pungkas Marius.

Dia mencontohkan, untuk menonton Gorila di Afrika, para pengunjung (wisatawan) harus membayar 750 sampai 1000 dollar per jam.

“Nonton Gorila saja bayar mahal, padahal Gorila kan ada di mana – mana, sementara Komodo hanya ada di NTT. Bagaimana mungkin kita “jual” murah destinasi wisata kita yang masuk dalam 7 keajaiban dunia”, ujarnya penuh tanya.

Baca Juga:  Bank NTT dan BI Bersinergi Gairahkan UMKM di Labuan Bajo

Karena itu menurutnya, pemerintah benar – benar akan merealisasikan wacana kenaikan tarif masuk TNK.

“Kami sedang menggodok peraturan Gubernur tentang tarif masuk TNK, dalam waktu dekat akan rampung”, terang Marius.

Menurutnya, jika di hitung – hitung, 500 dola per orang termasuk murah, pasalnya dengan membayar 500 dolar AS per orang atau sekitar Rp7 juta (kurs 14.000 per dolar), wisatawan sudah bisa menikmati beberapa objek wisata di kawasan TNK, seperti Pulau Padar, pink beach, dan lainnya.

Bahkan menurutnya, untuk reservasi tiket masuk TNK akan diberlakukan sistem online, dimana para wisatawan memesan dan membayar tiket secara online sehingga tidak ada permainan harga dan tidak ada cela untuk korupsi. (MBN01)

Komentar