Kisah Sukses Bonifasia Kolo, Merangkak dari Berjualan Atribut Hingga Punya Usaha Konveksi

Kupang, NTT

“Banyak orang memimpikan sukses, tapi sedikit dari mereka yang bangun dan bekerja untuk mewujudkannya”.

Bonifasia Kolo, seorang perempuan tangguh asal Kabupaten Belu merupakan sosok ulet, sabar dan pekerja keras.

Kesuksesan yang dicapai saat ini bukan warisan atau hadiah namun buah manis dari kerja kerasnya selama bertahun – tahun.

Dora, demikian sapaan akrab owner CV Watukosek 22 yang beralamat di wilayah Oebobo, Kota Kupang, NTT.

Dora mengisahkan, tahun 2014 merupakan langkah awal Ia mulai menapaki dunia usaha.

Dengan komitmen yang kuat untuk sukses, Dora membuka sebuah toko kecil yang menjual atribut seragam sekolah, PDH, PDL dan lainnya.

Atribut yang dijual saat itu masih disuplay dari pulau Jawa.

Seiring waktu berjalan, Dora berpikir untuk membuka usaha konveksi.

Berbekal semangat, keberanian dan modal seadanya, tahun 2018 Dora memulai usaha konveksinya.

Dia mendatangkan penjahit profesional dari pulau Jawa, sehingga bisa memproduksi sendiri pakaian dan atribut.

“Semua seragam bisa kami produksi dengan hasil dan kualitas yang bagus di sini,” tandas Dora.

Bahan baku yang digunakan dalam proses pembuatan seragam, menggunakan kain yang berkualitas tinggi, seperti kain jenis woll dan super woll.

Semasa COVID-19 mengguncang dunia, Dora dan 43 orang karyawannya merasakan dampak yang cukup luar biasa.

“Sangat sepi waktu itu, tidak ada yang datang pesan pakaian ataupun atribut,” kenang Dora.

Namun berkat ketabahan dan keikhlasan dalam menjalankan usaha, masa sulit itu mampu dilewati.

Usaha Konvekai yang dirintis Bunafasia Kolo kini sudah mengalami pertumbuhan positif, dengan omzet mencapai ratusan juta rupiah per bualan.

Selain menekuni bisnis konveksi, Dora juga memberdayakan anak – anak NTT yang tidak punya pekerjaan atau masih menganggur.

“Kami rekrut anak – anak dari sekolah kejuruan untuk dilatih, kemudian kami pekerjakan di sini,” jelas Dora.

Selain dipekerjakan di Watukosek 22, ada juga yang memilih untuk membangun usaha sendiri.

“Kami tidak larang. Itu bagus, bisa ada pelaku usaha baru dan bisa menyerap tenaga kerja baru, sehingga kota meringankan beban kerja pemerintah dalam menangani masalah pengangguran di NTT,” ujarnya.

Manager TK. Watukosek, Alfons Asa, menjelaskan, pihaknya dalam sehari mampu memproduksi pesanan seragam sebanyak 500 hingga 600 pcs, diluar pesanan jas.

“Karena kalau jas, maksimal satu hari itu hanya satu saja. Sebab kita butuh ketelitian dan kualitas. Kalau seragam bisa 500-600 pcs per hari,” jelas Alfons.

Alfons mengakui, sejak awal masuk TK. Watukosek tahun 2017 lalu, ia langsung mendapatkan tender penjahitan seragam Polisi Pamong Praja (Pol PP) di Soe, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).

Sebelumnya, kata dia, TK. Watukosek sudah mendapat banyak orderan dari Kabupaten Sabu Raijua, Sumba, Lembata dan Malaka untuk menjahit seragam.

“Kalau di Sabu order seragam Pol PP, Lembata seragam kepala desa, dan di Malaka seragam Pol PP, jas DPRD dan seragam linmas,” terang Alfons.

Menurut Alfons, TK. Watukosek memiliki keunggulan tersendiri dari toko konveksi lainnya, karena memiliki mesin bordir sendiri, dilengkapi dengan sejumlah atribut sesuai permintaan konsumen.

“Jadi kalau yang pesan seragam disini bisa langsung bordir dan pasang atribut, sehingga konsumen hanya menerima seragam jadi,” ungkapnya.

Sementara Anton, yang merupakan Desainer TK. Watukosek, menjelaskan, ia didatangkan dari Bandung ke Kupang hanya ingin melatih anak-anak NTT agar memiliki skill atau kemampuan di bidang konveksi.

“Tujuannya biar anak NTT memiliki skill. Jangan sampai anak-anak daerah itu tertinggal. Dan sampai sekarang lancar-lancar saja, karena bisa merangkul semuanya, baik anak putus sekolah untuk dilatih,” tandasnya. (*)

Komentar