Bisnis “Daging Kumis” Online di Kota Kupang Berkembang Pesat, Siapa Peduli?

Kupang, NTT

Jika bicara soal bisnis “daging kumis”, tak akan pernah ada habisnya. Selain mudah dijajakan, hasilnya pun cukup menggiurkan.

Dalam hitungan menit ratusan bahkan jutaan rupiah bisa dikantongi tanpa harus menguras banyak keringat.

Sementara kaum penikmat “daging kumis” tak kehabisan akal untuk berburu mangsa.

Bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) nama “Karang Dempel” sudah tak asing lagi.

Dahulu, para pemburu sensasi menjadikan Karang Dempel sebagai Dewi Kenikmatan.

Namun, karena dianggap merusak moral dan “mengotori” Kota Kupang, pemerintah akhirnya menutup paksa lokalisasi “KD”, kendati ada perlawanan dan demonstrasi berjilid – jilid.

Sayangnya, upaya pemerintah tidak membuahkan hasil. Betapa tidak, bisnis “daging kumis” kian menjamur pasca ditutupnya “istana” (KD, red) kaum pemburu nikmat.

Sebelumnya, para penjaja “daging kumis” duduk manis dilokalisasi menggunakan celana umpan (celana pendek, red) dan baju tali satu, yang mempertontonkan keindahan gunung kembar dan bagian tubuh sensual lainnya guna menggaet pelanggan. Yah, mau dibilang itu cara lama.

Seiring berjalannya waktu disertai kemajuan teknologi, cara lama itu pun ditinggalkan.

Pada umumnya, “daging kumis” dijual bebas secara online menggunakan berbagai macam aplikasi. Bahkan saking majunya teknologi, ada juga yang menawarkan pelanggan untuk “Makan daging kumis”, secara online. Anda pasti bingung cara makannya ‘kan? Penulis juga bingung dan ngilu.

Saat ini, aplikasi michat merupakan toko online terhits untuk transaksi jual beli “daging kumis” di Kota Kupang.

Selain kaum milenial, kaum kolonial juga banyak yang menggandrungi aplikasi ini. Mulai dari kenek angkot hingga pejabat dan kaum berdasi berselancar di aplikasi ini. Kalau yang belum gunakan silahkan download, jangan lupa cek pengguna sekitar ya…xixixi

Seorang pengguna aplikasi, sebut saja Kakarlak, kepada awak media, Sabtu (1/5/2021), dengan penuh semangat bercerita, bahwa tidak sulit untuk mengunakan jasa “pemuas dahaga”.

“Dulu katong (kita, red) malu pi (pergi, red) tempat begituan, sekarang su gampang, tinggal download aplikasi MeChat, sudah bisa booking, janjian, tentukan tempat bertemu langsung “main”, bayar,” jelas Kakarlak secara detail.

Menurut Kakarlak, tarif ditawarkan kepada pelanggan untuk menikmati lezatnya “daging kumis” juga bervariasi.

“Pintar – pintar tawar sa kaka, kalau soal “servis” jangan khawatir, uang keluar banyak tapi sonde (tidak) menyesal,” ujar Kakarlak sembari tertawa lepas.

Untuk memastikan cerita Kakarlak, media ini melakukan penelusuran dengan berselancar di aplikasi michat.

Ternyata apa yang diceritakan Kakarlak tidak beda jauh dengan komunikasi yang dilakukan media ini di aplikasi tersebut.

“800 satu kali crt, kondom, dengan kamar, bayar di tempat (COD), full service seperti dengan pacar sendiri, istl, isp*p, issu sampai puas, main santai, harga masih bisa nego,” ujar seorang gadis belia, sebut saja Bunga.

Tapi jangan terkecoh, akun yang digunakan biasanya palsu, foto profil juga palsu, namun saat komunikasi barulah mereka mengirimkan foto asli.

Gadis yang terjun dalam bisnis lendir ini juga rata – rata masih belia. Usia mereka berkisar 18 – 35 tahun.

Media ini kembali membangun komunikasi dengan satu akun michat bernama Clara. Dari foto – foto yang dikirim, cukup menggetarkan jiwa – jiwa yang dahaga.

Betapa tidak, gadis mungil yang mengaku berdarah Jawa Manado itu memiliki kulit yang putih bersih. Saking beningnya, penulis sempat berpikir jika makluk ini minum kopi pasti kelihatan kopinya mengalir ke mana.

“Cukup mahal kaka, sekali main Rp1,5 juta, kalau 6 jam Rp3 juta,” ujar Clara singkat

Dia menjelaskan, harga tersebut sudah termasuk biaya tempat “eksekusi”. Pelayanan yang diperoleh juga kelas VIP.

Ditanya soal tempat menikmati “daging kumis”, dengan lirih Dia mengatakan harga mahal tempatnya juga pasti hotel berbintang.

“Kalau main di hotel biasa bisa digrebek, kalau hotel berbintang tidak ada razia, jadi tidak perlu khawatir atau cemas saat main,” terangnya.

Hal senada disampaikan Nona. Menurutnya, kenyamanan tamu adalah bagian terpenting dalam pelayanannya.

“Katong kalau bawa tamu pi hotel yang nyamuk banyak maka dia sonde akan betah. Jadi beta biasa di hotel yang bagus,” kata Nona.

Menariknya, kamar hotel mewah yang digunakan ternyata patungan 4 sampai 5 orang “pedagang”. Jika satu di antara mereka mendapat “mangsa” maka yang lain sementara waktu menunggu di lobi hotel.

Ironisnya, di bulan puasa juga para Penjual “daging kumis” ini tetap beraksi.

Selain aplikasi michat, para pelaku bisnis lendir ini menggunakan group facebook untuk bertukar informasi dan bertransaksi.

Postitusi Berkedok Pitrad

Sudah bukan rahasia lagi jika tempat pitrad pada umumnya melakukan praktek prostitusi secara terselubung.

Kali ini teman akrab Kakarlak, Tawon, kepada media ini menjelaskan, suatu ketika Dia merasa sekujur tubuhnya pegal, kemudian pergi ke sebuah pitrad di bilangan Kelapa Lima.

Sesampainya di Pitrad tersebut, ada beberapa orang perempuan sedang duduk di sana. Salah seorang menyapa lembut. “Mas mau pijat, mas boleh pilih mau sama yang mana,” ujar Tawon menirukan ucapan wanita itu.

“Beta lihat ada satu yang agak kecil dan manis kemudian Beta bilang yang ini saja, sambil tunjuk itu mba,” kata Tawon.

Menurut Tawon, gadis itu pun tidak keberatan dan mereka pun masuk ke suatu kamar.

“Sampai di dalam kamar, Dia (terapist, red) suru beta buka pakaian. Lalu beta tidur dan Dia urut,” ujarnya.

Sekira 15 menit, lanjut Tawon, jemari terapist cantik itu mulai berselancar hingga menyentuh “rudal” Tawon.

Otomatis Tawon yang adalah laki – laki tulen langsung tegangan tinggi.

Diraihnya tangan terapist yang belakangan diketahui bernama Ayu, kemudian disematkan di antara kedua pahanya.

“Ayu langsung bilang bayar tambah mas, beta tanya dia (Ayu) tambah berapa, dia jawab Rp500 ribu sekalian dengan biaya pijat,” ungkap Tawon.

Lebih lanjut, Tawon mengatakan, tanpa basa – basi Dia mengiyakan permintaan, Ayu dan pijat pun dilanjutkan dengan “adegan ranjang”.

“Dia (Ayu) cerita bilang sebenarnya donk (mereka, red) sonde jago pijat. Awalnya pijat tapi nanti ujungnya “main”, ujar Tawon polos.

Bahkan saat ini para terapist yang berperan ganda itu juga mencari mangsa menggunakan media sosial.

Ironisnya, bisnis lendir berkedok panti pijat di Kota Kupang tidak pernah terusik. Entah karena tidak terpantau oleh pemerintah atau karena dibekengi “orang besar”.

Selain panti pijat, sebuah lokasi esek – esek di bilangan Kelapa Lima, hingga hari ini bebas beroperasi.

Padahal, ketika lokalisasi karang dempel ditutup, tempat ini juga digadang – gadang untuk ditutup, sayangnya, masih lancar jaya hingga kini. (MBN01).

Komentar