LPA Labo-kawa Minta Nama Waduk Lambo Tidak Diganti

Nagekeo, NTT

Lembaga Pemangku adat (LPA) Labo-kawa, Desa Labolewa, kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, meminta pemerintah daerah kabupaten Nagekeo untuk tidak mengganti nama waduk Lambo dengan nama yang lain.

Hal tersebut disampaikan  Ketua Lembaga pemangku adat masyarakat Labo-Kawa, Tomas Djawa Sina di ruang VIP Setda Kabupaten Nagekeo, dalam konfrensi pers dengan sejumlah awak media, Kamis (4/5/2019).

Menurutnya sesuai hasil survey  pada titik nol yang lokasinya di Tabase yang merupakan tanah ulayat masyarakat Labokawa, pihaknya tidak menginginkan jika nama waduk lambo diganti.

“Sesuai hasi survey pada titik nol yang lokasinya di Tabase yang merupakan tanah ulayat masyarakat adat labo-kawa, kami perlu sampaikan bahwa nama waduk lambo tidak boleh diganti dengan nama lain, nama waduk Lambo harga mati”, ungkapnya.

Baca Juga:  Kisah Sukses Mustafa, Geluti Usaha Kedai Kopi Modal Semangat

Selain itu, masyarakat adat Labo-kawa juga menolak hasil survei Land aqusition Resetlmen action (LARAP) dan Analisis mengenai Dampak lingkungan (Amdal), dan balai wilayah sungai (BWS) dengan volume 295 Ha karena terlalu banyak merugikan masyarakat terkena dampak pembangunan waduk tersebut dan banyak data yang dinilai tertipu.

Dikatakannya, pihaknya mendukung rencana pemerintah daerah (Pemda) kabupaten Nagekeo yang bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk melakukan sensus pendataan kepada sejumlah masyarakat terkena dampak pembangunan waduk lambo.

Baca Juga:  Pemkab Nagekeo Akan Rekrut THL, Kenerja Baik Dipertahankan

Sementara itu kepala Desa Labolewa Marselinus Ladho, mengatakan kedatangannya bersama sejumlah LPA Labo-Kawa desa Labolewa ke kantor bupati merupakan bentuk dukungan masyarakat adat Labo – Kawa terkait rencana pemerintah untuk melakukan pembangunan waduk Lambo yang merupakan merupakan progran strategis nasional.

Pada kesempatan itu, Bupati Nagekeo, Yohanes Don Bosco Do, mengatakan sebagai kepala daerah yang bertanggung jawab terahkir pada persoalan warga terkena dampak pembangunan waduk tersebut, Pemerintah daerah Nagekeo telah memutuskan untuk meminta Badan Pertanahan Nasional untuk melakukan sensus detail dilokasi terkena dampak dan bukan lagi nama survei.

Baca Juga:  Pemuda Mauponggo "Jual" Pantai Ena Gera Dalam Festival Budaya

“Sesuai penjelasan dari badan pertanahan nasional indonesia kita akan mendapat tiga kategori yaitu pertama rumah dan pekarangan, kedua Kebun dan ketiga tanah sisa yang dalam bahasa Adat disebut tana meze watu lewa dan setiap individu idealnya akan mendapat ketiga – tiganya”, ungkapnya.

Lebih Lanjut Bupati Don mengatakan, pemerintah daerah terus melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat terkena dampak yang sampai saat ini masih menolak untuk melakukan pengukuran oleh pihak BPN.

Bupati don juga berharap, agar para pemangku adat untuk mendata semua dan tidak pilih kasih ketika melakukan pendataan bersama pihak BPN. (Belmin)

Komentar