Metrobuananews.com | Kupang – Sosok Vera Therik sudah tidak asing lagi bagi para pecinta tenun ikat di tanah air. Wanita berparas cantik ini sangat konsen terhadap perkembangan tenun ikat khususnya pewarna alam. Dia bahkan bertekad “Mewarnai Dunia” dengan pewarna alam.
Indigo Vera merupakan branding miliknya, yang diperoleh dari Kementrian Perdagangan RI. Dengan branding itu, model piala citra tahun 1988 ini mengembangkan tenun ikat di NTT dengan bahan naturalis seperti kapas dan bahan pewarna alami lainnya.
Menurut wanita yang dipercaya menjadi trainer of trainer (TOT) dalam bidang pariwisata ini, tenun ikat saat ini sangat diminati semua kalangan.
“Kalau untuk saat ini animo masyarakat sangat luar biasa, kemarin tanggal 2 Mei itu kami dari warna alam indonesia mengadakan hari kebangkitan warna alam Indonesia yakni tenun dan batik yang digelar di museum tekstil Jakarta”, ungkap Vera.
Lebih lanjut, Vera menjelaskan saat ini Ia bersama ketua Dekranasda Kabupaten Belu, Vivi Lay dan ketua Warlami (Pewarna alami Indonesia), Myra Widiono, fokus membina satu kelompok pengrajin tenun ikat yang mana didominasi oleh generasi muda di kabupaten Belu, provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), dan menurutnya masyarakat menyambut baik kehadiran mereka di wilayah tersebut.
“Awalnya 20 orang kemudian berkembang menjadi 80 orang dan saat ini sudah mencapai ratusan orang. Perkembangannya sangat luar biasa”, jelas Vera, sembari mengurai senyum.

Menurutnya, hasil karya anak – anak binaannya dipamerkan di museum tekstil indonesia dan sangat dinikmati pengunjung.
“Baru beberapa jam langsung 1 table habis”, terangnya.
Dia menghimbau para penun agar menggunakan pewarna alam karena selain bahannya mudah didapat, tetapi yang terpenting adalah ramah lingkungan.
“Kami tidak bermaksud menggati secara total tetapi kami mencoba mengedukasi masyarakat untuk menggunakan bahan yang ramah lingkungan. NTT ini kan kekurangan air, banyangkan saat mencuci hasil tenun ikat di sumur yang juga dimanfaatkan sebagai air minum, lalu bekas cucian yang mengandung zat kimia itu meresap ke dalam sumur, apa jadinya? Tentu ini berbahaya, bisa menimbulkan berbagai penyakit”, cetus Vera diplomatis.
Dia bertekad, akan menularkan “virus” pewarna alam bagi seluruh kabupaten/ kota di NTT.
“Saat ini kami diberikan lahan 1000 m2 oleh masyarakat dan pemerintah desa Rai Manuk untuk dikelolah bersama masyarakat kelompok tenun Warna alam sebagai kebun warna alami”, jelasnya.
Dia berharap pemerintah dapat memberikan perhatian bagi kelompok penenun agar bisa berkembang dengan baik.
“Tentu dukungan pemerintah sangat diharapkan, khususnya dinas perindustrian dan dinas perdagangan untuk membantu pemasaran, misalnya ekspor, juga mengedukasi pengrajin dan membantu mereka agar bisa punya branding, sehingga memudahkan pengrajin mengirim hasil mereka ke luar. Juga dukungan dari perbankan, dana – dana corporate social responsibility (CSR), kami butuh skali loch, karena tau sendiri generasi muda, dari mana anggaran mereka,” pungkas Vera bersemangat. (MBN01)
Komentar