Metrobuananews.com | Kupang – Kantor gubernur NTT yang sejatinya bersih dan megah, berubah menjadi angker dan mencekam.
Betapa tidak, puluhan peti mati berwarna hitam pekat berjejer di halaman kantor, disertai aroma rampai yang menyengat.
Tak hanya itu, ratusan massa yang hadir meratap penuh kesedihan dengan suara riuh rendah.
Ratapan itu ternyata luapan emosi dan kesedihan masyarakat NTT yang tergabung dalam berbagai aliansi dan organisasi massa serta mahasiswa dari berbagai Universitas di NTT.
Pada kesempatan itu, massa meminta untuk bertemu dengan gubernur NTT, Frans Lebu Raya, namun tidak bisa karena gubernur tidak berada di tempat.
Kendati tidak bertemu Gubernur, massa tetap melaksanakan orasi dan kemudian diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap oleh Dra, Balkis Soraya Tanof, M.Hum.
Pernyataan sikap tersebut terdiri dari tiga point tuntutan yang intinya mengutuk aktivitas perdagangan orang di indonesia khususnya NTT.
“Bekaca persoalan kematian buruh migran NTT yang melonjak tinggi, maka kami menuntut agar, 1. Moratorium TKI ke Malaysia, 2. Tangkap dan adili mafia perdagangan orang, 3. Pejabat publik yang mendiamkan pelaku perdagangan orang adalah bagian dari kolonialisme sehingga harus diturunkan dan dipenjarakan”, ungkap Balkis.
Ditempat yang sama, Ketua majelis Sinode GMIT, Pdt. Dr. Mery Kolimon, meminta pemerintah NTT untuk serius menangani masalah human traficking.
“NTT sudah darurat human traficking dan penanganannya sudah tidak bisa biasa – biasa saja, tapi butuh keseriusan, jangan lagi masalah penaganan human traficking diproyekkan untuk kepentingan sesaat”, tegas Mery.
“Ibu – ibu tadi meratap sambil menyiram rampai di halaman kantor gubernur, pertanda Yudas sudah menjual Yesus dan Yesus sudah mati, Stop bajual orang NTT”, imbuhnya.
Aksi tersebut diakhiri dengan doa bersama bagi TKW / TKI yang meninggal di luar negeri. (MBN01)
Komentar