Kupang, NTT
Rencana penutupan Lokalisasi Karang Dempel (KD) oleh pemerintah kota Kupang karena alasan HIV/AIDS hingga alasan Moral mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak, terlebih para penghuni Lokalisasi. Pasalnya solusi yang ditawarkan pemerintah sangat tidak solutif dan terkesan mengesampingkan nasib para penghuni Karang Dempel.
Wali Kota Kupang, Jefry Riwu Kore, saat menggelar sosialisasi bersama perwakilan PSK, Pengusaha Bar dan Karaoke, serta tokoh masyarakat di hotel Maya Kupang, beberapa waktu lalu, mengatakan rencana penutupan lokalisasi KD paling lambat dilaksanakan pada Januari 2019 mendatang.
“HIV AIDS sudah terlalu banyak di kota ini, kasihan kita punya anak-anak. Dan pemerintah punya tanggung jawab untuk itu”, ungkap Riwu Kore.
Ditempat berbeda, Wali Kota kembali menyampaikan alasan penutupan Lokalisasi Karang Dempel. Menurutnya, rencana penutupan itu sudah melalui pertimbangan yang matang, termasuk masukan dari para tokoh masyarakat. Memang, kata Jefry, akan ada dampak dari sisi ekonomi dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Kupang.
“Masukan dari tokoh masyarakat lebih kepada kerusakan moral”, katanya.
Menyikapi kebijakan pemerintah yang dinilai terburu – buru dan mengesampingkan nasib Pekerja Seks Komersil (PSK), Jumat, (2/11/2018) seluruh PSK menyambangi gedung DPRD Kota Kupang untuk menyampaikan keluh kesah mereka terkait rencana penutupan tempat kerja mereka.
Adelia, koordinator Organisasi Perubahan Sosial Indonesia (OPSI) wilayah Nusa Tenggara Timur, di hadapan ketua DPRD Kota Kupang, mengatakan apa yang dilakoni para pekerja seks komersil (PSK) bukan pilihan pertama, kebanyakan karena terhempit urusan ekonomi.
Dia mengaku sangat kecewa dengan sikap pemerintah yang terkesan tidak peduli dengan nasib dan penderitaan para penghuni lokalisasi. Bahkan menurutnya ada beberapa oknum yang turun ke lokasi dengan maksud untuk sosialisasi, namun bahasa yang digunakan dinilai hanya membuat para penghuni KD menjadi terintimidasi.
“Ada oknum yang datang menyampaikan bahwa pasca penutupan nanti maka para mantan PSK akan dipulangkan langsung ke rumah, bahkan diantar hingga depan pintu rumah dan disampaikan ke keluarga bahwa dipulangkan karena bekerja sebagai PSK. Ini sangat tidak manusiawi, sebab banyak dari penghuni KD yang berasal dari luar NTT, yang keluarganya tidak mengetahui pekerjaan dari Saudari atau pun Ibu Kandungnya di Kupang sini. Mereka hanya tahu bahwa Saudari atau Ibu mereka adalah pekerja swasta di Kupang, yang selalu membantu menafkahi dan menyekolahkan mereka di sana”, kata Adelia, seperti dilansir inihari.co.
Lebih lanjut kata Adelia, oknum tersebut juga mengatakan bahwa dalam proses pengiriman kembali PSK ke tempat asal masing-masing, akan ada juga penyampaian secara langsung kepada keluarga tentang mantan PSK yang OHDA atau Orang Dengan HIV AIDS.
“Hal ini ditakutkan bisa menyebabkan para mantan PSK memilih kabur, ketimbang menerima hak yang dijanjikan pemerintah kepada mereka pasca lokalisasi ditutup”, kata Adelia.
Terkait alasan mengatasi masalah penyebaran HIV AIDS, Adelia mengatakan, pemerintah seharusnya menertibkan para Pekerja Seks terselubung, karena menurutnya disanalah penyakit mematikan itu bertumbuh subur.
“Lihat Atambua, mana lokalisasi? Tapi berapa tingkat HIV AIDS di sana”, tanya Adelia.
Dia meminta pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan yang diambil karena menurutnya sangat berdampak bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat kota Kupang.
“Kami semua tercatat sebagai warga Kota Kupang yang mengantongi KTP kota Kupang, lalu pak Wali Kota mau kirim kami ke mana? Atau pak Wali pengen kami keleleran di Jalan, lalu anak-anak kami mati kelaparan, apa pemerintah tega”, ungkap Adelia.
Pemerintah juga diminta untuk membuat kajian mendalam terkait dampak penutupan lokalisasi KD, karena menurutnya selain dampak ekonomi, banyak sekali dampak ikutan seperti dampak sosial yakni meningkatnya angka kriminalitas, bahkan penutupan KD karena alasan moralitas malah akan semakin buruk karena menurutnya PSK liar akan makin “menggila”.
“Berdasarkan hasil penelitian dari OPSI dan Universitas Adma Jaya, usai penutupan Dolly di Surabaya, kini tingkat penyebaran HIV AIDS di Surabaya semakin tinggi dan meluas”, jelas Adelia.
Terpisah, pengacara kondang Peradi, Herry Batileo, SH, MH, mengatakan Ia dan organisasi perubahan sosial (Opsi) mempertahankan Karang Dempel dengan tujuan agar tidak menimbulkan masalah baru dengan tidak terawasinya para Pekerja Seks Komersil dari sisi kesehatan.
“Perlu adanya pembinaan yang berkesinambungan serta memberi keterampilan kepada mereka (PSK) juga pembinaan rohani. Yang saya prihatin saat ini banyak yang sok suci dan membenci para PSK, anda tidak tahu perjuangan hidup mereka”, ujar Herry.
“Barang siapa di antara kamu tidak berdosa , hendaklah Ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan – perempuan itu”, imbuh Herry mengutip ayat kitab suci. (MBN01)
Komentar