“Mutiara” dari Pelosok TTS Sabet Juara II Lomba Sendratari Tingkat Nasional

Kupang, NTT

Tim Sendratari dari SMK Kristen Fautmolo layak disebut Mutiara. Betapa tidak, anak – anak bangsa yang tinggal jauh dari keramaian kota itu, tenyata mampu mengukir prestasi gemilang di tingkat Nasional.

Para pelajar SMK Kristen Fautmolo mengharumkan nama provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam ajang Sendratari tingkat Nasional yang digelar secara daring. Dalam lomba tersebut tim Sendratari SMK Kristen Fautmolo berhasil menyabet juara II Tingkat Nasional.

Prestasi tersebut mendapat respon positif dari pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Sebagai bentuk apresiasi, pemprov NTT memberikan piagam penghargaan dan uang pembinaan kepada tim Sendratari SMK Kristen Fautmolo.

Kepala dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT, Linus Lusi, saat menerima tim Sendratari SMK Kristen Fautmolo di kantornya, Selasa (9/3/2021), memyampaikan apresiasi kepada kepala sekolah, pembina, produser, para pelatih dan para siswa yang telah mengharumkan nama NTT di tingkat Nasional.

Menurutnya, prestasi ini sangat luar biasa, karena di tengah gempuran pandemi COVID-19, anak – anak bangsa di pedalaman Pulau Timor mampu berkreasi dan mengukir prestasi.

“Ternyata yang mewakili Provinsi NTT ke tingkat nasional bukan peserta didik dari kota atau dari sekolah lain yang terbilang fasilitas memadai melainkan prestasi ini diraih oleh SMK Kristen Fautmolo yang masih dibaluti dengan berbagai kekurangan, seperti akses jalan yang masih buruk dan belum jaringan internet. Ini prestasi gemilang yang mengangkat harkat dan martabat seluruh siswa SMA/SMK di seluruh NTT,” ujar Linus Lusi.

Sementara itu, Kepala SMK Kristen Fautmolo, Nifron K.A. Fallo, pada kesempatan itu menjelaskan bahwa SMK Kristen Fautmolo, didirikan pada tahun 2010, terletak di Desa Kaeneno, Kecamatan Fautmolo, Kababupaten TTS.

“Sekolah ini ada 3 kompetensi keahlian yaitu Teknik Komputer dan Jaringan, Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikultura, dan Otomatisasi dan Tata Kelola perkantoran, dengan keseluruhan jumlah peserta 121 orang,” katanya.

Nifron, mengisahkan, awalnya para peserta didik harus berpindah-pindah tempat untuk mencari jaringan internet guna mengikuti materi yang disampaikan oleh panitia, karena sebelumnya para guru pendamping dan peserta diisi harus mengikuti materi selama satu bulan secara daring.

“Keterbatasan itu tidak menjadi penghalang bagi mereka (siswa) untuk terus mengikuti materi serta perlombaan yang ada,” terang Nifron.

Dia berharap pemerintah bisa memperhatikan hal kekurangan mereka baik di bidang telekomunikasi maupun fasilitas pendukung kegiatan belajar mengajar (KBM).

“Kami minta pemerintah bantu alat kesenian yang dibutuhkan agar potensi atau bakat yang dimiliki oleh para peserta didik bisa tersalurkan dengan baik,” tutup Nifron. (Daud Nubatonis)

Komentar